DALAM permasalahan ini biasanya para ulama berbeda komentar. Paling tidak terdapat 3 komentar utama, ialah mereka yang menghalalkan, mengharamkan serta memakruhkan.

1. Halal

Sebagian golongan ulama terdapat yang menghalalkan seluruh berbagai wujud game di atas, asalkan tidak terdapat faktor judinya. Karena dalam pemikiran mereka, seluruh perihal yang terpaut dengan permasalahan muamalat, hukum aslinya merupakan halal. Kemudian baru berganti jadi haram, apabila terdapat hal- hal yang haram didalamnya. Hingga apabila dalam game itu terdapat faktor judinya, hukumnya jadi haram. Kebalikannya, apabila tidak terdapat faktor judi, hukum permainannya halal sebagaimana defaultnya. Kemudian kapan sesuatu game itu dapat jadi judi?

Biasanya para ulama mengatakan kalau keharaman judi sebetulnya cuma apabila unsur- unsur bawah dalam perjudian terpenuhi, ialah terdapat 2 pihak ataupun lebih yang bertaruh. Kemudian yang dipertaruhkan berbentuk harta. Serta pemenangnya berhak mengambil harta yang kalah serta yang kalah wajib rela kehabisan hartanya. Sebaliknya media ataupun alat- alat yang digunakan buat memastikan seorang menang serta kalah dalam perjudian itu sendiri, sebetulnya bukan tercantum ketentuan dari suatu perjudian.

Karena media ataupun perlengkapan perjudian itu dapat saja sangat luas jangkauannya serta meliputi apa saja. Gol- gol yang tercetak dalam suatu pertandingan sepak bola juga dapat dijadikan media perjudian. Pasti kita tidak dapat mengharamkan sepak bola cuma gara- gara terdapat segelintir orang berjudi melalui skor pertandingan sepak bola. Intinya komentar ini berkata halal, sebab tidak terpenuhinya faktor judi. Serta sepanjang bukan judi, hukumnya tidak haram, alias halal. Hingga bermacam berbagai tipe game semacam dominasi, ular tangga, halma, ludo serta sejenisnya, hukum dasarnya merupakan halal. Kalau terdapat pemakaian dadu serta semacamnya yang banyak dipakai dalam arena perjudian, tidak lalu secara otomatis membuat game itu haram.

2. Haram

Memanglah terdapat sebagian ulama yang berkomentar kalau yang diharamkan artinya haram main judinya. Tetapi supaya gimana juga secara zahir nash, kedua hadis di atas tegas mengharamkan pemakaian alat- alatnya. Apalagi hadis berikut lebih tegas lagi mengatakan keharaman judi serta keharaman alat- alatnya pula.” Sebetulnya Allah sudah mengharamkan buat kamu khamar, judi serta kubah.”( HR. Al- Baihaqi)

Para ulama berbeda komentar tentang arti kubah. Sebagian berkata maknanya nard, sebagian bilang syathranj serta yang lain bilang gendang. Namun intinya kalau zahir nash ini bukan cuma mengharamkan judi, namun pula mengharamkan pemakaian alat- alat permainannya pula. Oleh sebab itu walaupun juga tidak digunakan buat berjudi betulan, asalkan alat- alat yang digunakan tercantum jenis alat- alat judi, hukumnya senantiasa haram.

b. Kemiripan

Jika juga hadis- hadis di atas dikira belum mengharamkan alat- alatnya serta baru hanya mengharamkan judinya, tetapi supaya gimana juga hukumnya senantiasa haram pula. Sebabnya sebab terdapat faktor kesamaan serta kemiripan( tasyabbuh) dengan judi yang sebetulnya, ialah pada alat- alat serta media yang digunakan.” Siapa yang menyamai sesuatu kalangan hingga ia tercantum bagian dari kalangan itu.”( HR. Abu Daud)

Dalam pemikiran kelompok ini, sesuatu game apakah tercantum ataupun tidak, bukan sekedar diukur dari terdapat faktor judi ataupun tidaknya, namun pula dapat dapat diukur dengan alat- alat yang digunakan. Jika alat- alatnya merupakan benda- benda yang umum serta biasa digunakan oleh para penjudi buat berjudi, hingga hukumnya senantiasa haram. Lepas dari terdapat faktor judi ataupun tidak, serta lepas dari apakah game itu mempertaruhkan duit ataupun tidak. Serta apakah uangnya duit betulan ataupun duit bohongan.

Yang disasar tidak lagi faktor judinya terpenuhi apa tidak, namun titik keharamannya merupakan kesengajaan buat meniru sikap orang- orang fasik, ialah para penjudi, ikut jadi bahan evaluasi atas keharamannya. Hingga walaupun juga tidak terdapat faktor judinya, senantiasa saja hukumnya haram.

3. Makruh

Kelompok ulama yang ketiga berkomentar kalau hukumnya tidak haram melainkan makruh. Maksudnya, walaupun juga tidak hingga diharamkan, hendaknya game yang alat- alatnya terdapat kemiripan dengan alat- alat judi hendaknya dihindari. Terlebih kartu remi serta kartu gaple, kartu- kartu itu memanglah betul- betul digunakan orang buat berjudi. Fatwa hukumnya memanglah tidak haram, lantaran unsur- unsur bawah dari perjudian tidak terjalin. Sehingga statusnya memanglah bukan judi. Serta jika bukan judi berarti hukumnya halal. Karena yang namanya judi itu haruslah terdapat harta secara hakiki yang dipertaruhkan.

Sebaliknya dalam game dominasi serta sejenisnya, uang yang dipakai hanya duit- duitan saja serta bukan uang betulan. Hingga tidak dapat dikira selaku judi betulan.Botol itu telah dicuci bersih lebih dahulu, kemudian diisi dengan air putih serta diminum. Pasti saja tidak hendak memabukkan, karena air putih itu halal serta tidak memabukkan. Hingga hukumnya juga halal.

Hanya senantiasa saja kelompok ini memakruhkan game yang terdapat banyak kesamaan dengan judi, spesialnya apabila memakai alat- alat game yang khas digunakan oleh para penjudi. Karena walaupun hukumnya tidak haram, namun minum air putih yang diwadahi botol khamar ini senantiasa tidak pantas. Paling tidak hendak menimbulan pemikiran yang negatif di tengah warga, serta hendak mencuat dugaan galat yang cuma membuat fitnah dan merendahkan citra serta muruah. Dalil yang digunakan sesungguhnya sama saja, hanya kala menarik kesimpulan, yang satu tegas mengharamkan, sebaliknya yang lain cuma sebatas memakruhkan.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *